Selasa, 16 Juni 2020

Strategi Perilaku dan Sikap Agribisnis untuk Menaklukkan Era New Normal

Strategi Perilaku dan Sikap Agribisnis untuk Menaklukkan Era New Normal




Latar Belakang New Normal

Monthly Briefing: COVID-19 disrupting lives, economies and ...
After a period of rapid economic growth associated with high commodity prices, the region had entered a phase of lackluster performance. Recent developments, including a new oil price shock, and the outbreak of the Covid-19 epidemic will push the region into recession. Many countries are struggling to contain the spread of the Covid-19 epidemic while avoiding a dramatic decline in economic activity. The report analyzes how to think about this tradeoff. It estimates the potential health costs, assesses the effectiveness of diverse containment strategies, and discusses how large the economic cost could be. The current crisis is unprecedented because it combines a fall in global demand, tighter financial conditions and a major supply shock. The response needs to consider how to socialize the losses, how to prevent a collapse of the financial sector, how to protect jobs and livelihoods, and how to manage and divest the assets that will inevitably end up in the hands of the state. 

Permasalahan yang diakibatkan oleh pandemi covid - 19 memang extraordinary dan abnormal karena krisis ini langsung menyerang dua sektor sekaligus baik kesehatan maupun perekonomian. Maka penanganannya pun semestinya juga abnormal dan diluar nalar mengingat dari segi ekonomi krisis ini memukul sisi suplay dan permintaan sekaligus sampai Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) membengkak menjadi 31,4%.

Mungkin hal itulah yang mendasari adanya kebijakan New Normal yang tetap melakukan aktivitas normal agar roda perekonomian tetap berjalan stabil namun harus sesuai dengan anjuran protokol kesehatan yang diberlakukan.



Strategi Agribisnis di Era New Normal

Seperti yang kita ketahui menanggapi pentingnya strategi dan solusi yang harus dipetakan selama COVID 19 ini belum ditemukan vaksinnya, perlu pola adaptasi baru (new normal) yang bisa dilakukan para pelaku pertanian. Baik di hulu (petani), industri pengolahan, konsumen hingga penentu kebijakan (stakeholder). Masyarakat Agribisnis Indonesia (MAI), bersama Kementerian Pertanian, Dewan Jagung Indonesia, Dewan Beras Nasional dan Tabloid Sinar Tani menggelar webinar Dialog Agribisnis Seri 1 "Tantangan dan Peluang Agribisnis di Era New Normal" pada Kamis (11/6).

 
Dari webinar tersebut dihasilkan beberapa poin poin tentang strategi agribisnis dalam menghadapi era new normal.

Strategi antisipasi dan solusi untuk mengatasi krisis pangan nasional dapat disimpulkan sebagai berikut: 

  • Dalam kondisi Pandemi Covid-19 ini, petani perlu memperoleh insentif yang memadai dalam meningkatkan produksi dan produktivitasnya. Bantuan sosial untuk petani miskin dan terdampak dapat memanfaatkan dana desa melalui program padat karya dan mengoptimalkan program subsidi pupuk dan subsidi benih yang telah ada. Esensinya adalah pemberian jaminan kepada petani untuk mampu memetik hasil panennya dengan harga beli yang layak.  

  • Sistem logistik beras harus aman, agar aliran perdagangan beras tidak terganggu. Kelangkaan gula dan garam yang terjadi saat ini jangan sampai terulang lagi untuk beras, karena dampak sosial-ekonomi-politiknya sangat besar. Esensinya adalah jaminan distribusi, subsidi ongkos angkut armada pangan, khususnya dari sisi hilir dan tengah. Satuan tugas (satgas) pangan akan lebih produktif jika diperbantukan untuk memantau sistem logistik dan jaringan distribusi pangan. 
  • Impor beras dapat dilakukan 1,5 – 2 juta ton untuk mengisi stok beras dan cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola Bulog, mengingat titik kritis beras akan terjadi pada periode November 2020 sampai dengan Januari 2021. Berhubung kondisi lock-down dan sistem logistik sedang terganggu, kontrak beras impor perlu dilakukan segera, sehingga beras dapat masuk secara bertahap sebelum November 2020, sebelum titik kritis beras terjadi. 
  • Penajaman dan realokasi Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memitigasi risiko penurunan ketahanan pangan seiring dengan upaya mengatasi Pandemi Covid-19. Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi dan kerjasama antar Pemerintah Daerah perlu mendorong gerakan masyarakat dan sukarelawan untuk membantu antisipasi krisis pangan dan memitigasinya. 
  • perbaikan distribusi dan penyediaan pangan pada daerah perkotaan dan daerah defisit melibatkan kelembagaan masyarakat seperti Rukun Warga (RW), Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan tokoh masyarakat lain. Di daerah sentra produksi pangan di perdesaan dapat dibentuk Tim Pangan Desa dengan melibatkan kelompok tani, gabungan kelompok tani (Gapoktan), dan organisasi kemasyarakatan lainnya.  

  • Dalam jangka menengah, strategi urban farming dan pemanfaatan kawasan lahan pekarangan dapat dioptimalkan, dengan protokol kesehatan dan praktik budidaya yang baik, untuk meningkatkan kemandirian pangan masyarakat dan daerah. 
  • Pengembangan lahan rawa dan lahan gambut dengan melibatkan swasta, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Koperasi atau kerjasama bentuk lain untuk meningkatkan produksi pangan perlu dilakukan dengan seksama, mengikuti prinsip governansi, dengan kriteria objektif dan terukur. 

Semoga sektor agribisnis di Indonesia bisa menjalankan strateginya dengan tepat sasaran dan sesuai dengan apa yang diharapkan serta mampu mengangkat kebutuhan pangan indonesia dan ekonomi petani.

'Ukasa Almubarokah
A1A019075

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Inilah Wajah Teknologi Pertanian Indonesia Saat Ini

Layaknya Masa Depan Sumber  :  https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Berita-Umum/Teknologi-Pertanian-Terbaru-Tahun-2018-Di-Indonesia Te...